memang kata orang pengalaman itu berharga
bahkan harus dibayar dengan harga yang mahal…
Gambar diambil dari swaramuslim.net
ceritanya begini…beberapa bulan lalu gwe nge-apply pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan daerah Bekasi ,inti pekerjaannya adalah pembuatan website, udah banyak orang bilang kalo kerja sama pemerintah harus kuat mental dan keuangan, tapi karena gwe dan tim ngeliat “presentasi” dari kepala bagian kearsipan (pihak yang menawarkan pekerjaan, red) yang sangat mengesankan, beliau mempunyai rencana membangun e-government untuk daerah bekasi, sebelumnya juga beliau sudah menulis sebuah makalah judulnya “Implementasi Teknologi Informasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintah di Kabupaten Bekasi” yang dimuat di Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Info “beliau”.
tujuan beliau sangat mulia, ingin memperbaiki sistem pemerintah di Indonesia, khususnya di Bekasi, karena beliau berdomisili dan mengabdi di pemerintahan daerah Bekasi. karena “presentasi” beliau “sangat cocok” dengan visi tim yaitu “memudahkan masyarakat mendapatkan informasi”, kami kontan meng-apply pekerjaan tersebut walaupun nilainya kurang cocok, karena pekerjaan tersebut mengharuskan kami untuk membuat sebuah portal, karena nantinya sistem yang kami buat sebagai pusat perputaran data dari pemerintah pusat Bekasi ke setiap instansi yang ada di kawasan Bekasi, setiap instansi mempunyai halaman yang berbeda dengan pusat, tetapi lalu lintas data tetap diawasi oleh pemerintah pusat, penambahan modul, halaman dirancang agar cukup mudah.
berkat idealisme kami yang cukup tinggi, kami tidak menerima jika nilai pekerjaan ini di “mark up” oleh pihak manapun, baik oleh pihak perusahaan yang kami sewa namanya, atau dari pihak pemerintah daerah Bekasi sakelipun. Pada awalnya memang semua berjalan lancar, setiap staff disana bertindak sangat kooperatif dan “bersih”, mereka setuju dengan peniadaan “mark up” karena dinilai akan mendatangkan masalah kedepannya.
terus terang inilah pekerjaan kami yang sangat saya banggakan, karena saat inilah kami sebagai warga negara Indonesia bisa menyumbangkan segala yang kami miliki untuk “menambah nilai” kepada negara atas segala sesuatu yang telah negara berikan kepada kami, seperti yang pernah dikatakan bung Karno “Ini dadaku, mana dadamu ?!! Apa yang sudah kamu lakukan untuk negerimu ??”.
waktu ke waktu terus berlalu seraya pembuatan sistem tersebut, tidak ada tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa kami telah “menyalahi” aturan berbisnis dengan pemerintahan, karena bila anda berbisnis dengan pemerintah dan tidak me-markup nilai projek maka anda telah dianggap “menyalahi” aturan berbisnis dengan pemerintahan, jadi intinya seharusnya tuh di markup.
waktu berjalan 2 bulan dengan jadwal pekerjaan yang selalu kami tepati sesuai jadwal yang telah disepakati, mulai dari penyerahan prototipe pertama hingga ke-tiga, pada bulan pertama sesuai dengan kontrak, kami berhak menerima down payment sebanyak sekian juta rupiah yang ternyata sudah mulai bermasalah. Down payment kami tidak berasal dari kas keuangan pemerintah daerah sendiri, tapi dari kas pribadi sebuah instansi yang menangani masalah pengembangan web, minus 1 minggu dari akhir kontrak kami sudah melakukan instalasi aplikasi, h-1 hari diadakan pemeriksaan oleh mereka dan dinyatakan projek ini sesuai dengan kontrak.
habis masa pembangunan sistem, kami mulai memasuki masa penagihan sisa hak kami, semua persyaratan untuk menagih sisa hak kami sudah lengkap, berkas-berkas yang menyatakan bahwa projek sudah selesai dan sudah diperiksa mulai dipersulit, tidak ada orang yang mau menandatangani berkas-berkas tersebut, karena ada selentingan bahwa itu akan bermasalah.
selidik punya selidik ternyata mereka ketakutan akan terjadi ketimpangan nilai projek, karena disinyalir nilai projek pembangunan web pada tahun lalu bernilai 1.4 miliar dan ada projek bersamaan dengan kami yaitu membuat multimedia untuk profil pemerintah daerah bekasi bernilai 100juta, sedangkan kami jauh dibawahnya.
dengan berbagai cara, sedikit gertakan, kami berhasil mendapatkan berkas-berkas yang menyatakan bahwa projek sudah selesai dan sudah lolos pemeriksaan, tinggal membuat invoice dan mengadakan penagihan, invoice telah dibuat dan sudah dikirimkan ke bagian keuangan pemerintah bekasi, tapi tidak ada respon dari pihak pemda, ketika kami datang ke pemda mereka menjawab dengan nada yang tidak enak…
“proyek ngan sakitu ge meni teu sabar ? ieu ge nu ratusan juta tenang wae..!, leuheung mun mere !!”
artinya : punya projek sebesar itu saja tidak sabar, ini ada yang nilainya ratusan juta aja tenang, mending kalau lu ngasih.
dari situ kami udah mulai mendapatkan jawaban-jawaban sinis dan di ping-pong kesana kemari dengan alasan, “berkas ini tidak ada, berkas itu tidak ada” padahal ketika itu ditanyakan kepada kontak person kami di pemerintahan, “itu sih urusan internal pemerintahan, ngapain lu mau-mau aja dikerjain?”
—bersambung